BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah
kekurangan vitamin A (KVA) telah dikenal sebagai penyebab utama masalah kebutaan (xeropthalmia) di
banyak negara. Adanya gambaran klinik ini telah melalaikan orang dari melihat
gejala subklinik yang terjadi pada mereka yang mengalami kekurangan vitamin A
dalam tingkat yang ringan sampai sedang,
dampak terhadap kesehatan dan kelangsungan hidupnya cukup bermakna (Sommer,
1996 dalam Martin W.Bloem, Saskiade Pee dan Ian Darnton Hill).
Angka kebutaan
di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survai kesehatan
indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan
di Indonesia 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah
ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7 %), dan Thailand
(0,3 %)(Gsianturi, 2004).
Hasil Studi
Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi danMakanan
Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006 memperlihatkan balita dengan Serum Retinol
kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya
penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A Tahun 1992 yang menunjukkan
50% balita mempunyai serum retinol kurang dari 20 μg/dl. Oleh karena
itu, masalah kurang Vitamin A (KVA) sudah
tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi karena berada di bawah 15%
(batasan IVACG). Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan strategi
penanggulangan KVA dengan pemberian suplementasi Vitamin A yang dilakukan setiap
bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A) ( buku panduan
suplemen vit. A).Kekurangan vitamin A
dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar 1 juta anak
balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat(xeropthalmia) ¼
diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meningga dalam
beberapa bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar
mengalami kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat
perbedaan angka kematian sebesar 30
% antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin Adengan rekan-rekannya
yang tidak kekurangan vitamin A (Unicef,1991 dalam Myrnawati).
Salah satu
penyebab terjadinya masalah gizi khususnya kekurangan vitamin A (KVA)adalah
karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai pola konsumsi vitamin A
maupunsumplemen vitamin A bagi balita. Melalui Penelitian di Sulsel tahun 1986
menunjukkanbahwa sebagian besar ibu-ibu belum dan tidak mengetahui manfaat
kapsul vitamin A danbahan sumber vitamin A. Kekurangtahuan ini karena kurang
informasi dan pada umumnyasebenarnya ibu-ibu memasak bahan makanan seperti
kangkung, daun ubi, bayam, daunpepaya. Ibu-ibu memperoleh kapsul vitamin A
untuk balitanya kurang dari 50%. (Purjanto,1994).
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka
adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1.Apa defenisi
dari penyakit kekurangan vitamin A?
2.Bagaimana
persebaran epidemiologi kejadian kekurangan vitamin A di masyarakat?
3.Apa saja dan
bagaimana faktor determinan terjadinya kekurangan vitamin A ?
4.Apakah yang
menjadi indikator untuk mengetahui kejadian kekurangan vitamin A ?
5.Bagaimana bentuk
pencegahan dan penanggulangan dari kekurangan vitamin A ?
C.Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah
1.Mengetahui
defenisi dari penyakit kekurangan vitamin A
2.Mengetahui
persebaran epidemiologi kejadian kekurangan vitamin A di masyarakat
3.Mengetahui
faktor determinan terjadinya kekurangan vitamin A.
4.Mengetahui
indikator untuk mengetahui kejadian kekurangan vitamin A
5.Mengetahui
pencegahan dan penanggulangan dari kekurangan vitamin A
BAB II PEMBAHASAN
A.Defenisi Kurang Vitamin A (KVA)
Dalam buku
panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah suatu kondisi
dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum
retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl. Masih dalam buku tersebut
terdapat Xeroptalmia merupakan Istilah
yang menerangkan gangguan pada mata akibat kekuranganvitamin A, termasuk
terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retinayang dapat
menyebabkan kebutaan.KVA adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar Vitamin
A dalam jaringan penyimpanan (hati) & melemahnya kemampuan adaptasi
terhadap gelap & sangat rendahnya konsumsi/ masukkan karotin dari Vitamin A
(WHO, 1976)
Peranan nyata
vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika jaringan retinol kehilangan
vitamin A, fungsi rod (batang)
dan cone (kerucut) pada mata
mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan gangguan kemampuan adaptasi
gelap mata. VitaminA juga berperan dalam pertumbuhan, reproduksi, sintesa
glycoprotein, stabilisasi membrandan
kekebalan tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi.
Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur, jenis kelamin dan kondisi
tertentu.
Angka Kecukupan
Gizi yang dianjurkan adalah seperti pada tabel berikut ;
Pada
anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah dibandingkan
dewasa.Pertumbuhan badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi
berkurang. Sering ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi
seiring peningkatan angka kesakitan khususnya pada penyakit infeksi. Konsumsi
vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A
yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan mengakibatkan suatu
keadaan yang dikenal dengan Kekurangan Vitamin A(KVA). Pada dewasa normal,
simpanan vitamin A dalam hati bisa memenuhi kebutuhan selama ±24 bulan. Pada
anak-anak yang mengalami tumbuh kembang, jika konsumsi makanan yang mengandung
vitamin A tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan, maka xeropthalmia
kelihatan dalam beberapa minggu. Sebuah gejala awal kekurangan vitamin A adalah
buta senja (night blindness).Buta senja terjadi
ketika cadangan vitamin A di hati hampir habis. Kemudian ocular lesions seperti conjunctiva xerosis, Bitot's spot,keratomalacia, dan xeropthalmia dapat terjadi. Untuk mendeteksi kondisi buta senja seseorang, dapat
melalui suatu proses pengujian dengan metode yang sesuai, seperti rapid dark
adaptation test atau photostress
test (Gibson, 1990).
Tingkatan kekurangan Vitamin A (Depkes,
2003) adalah :
a. Buta Senja (XN) :
b.Xerosis Konjungtiva (X1A)
c.Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)
d. Xerosis Kornea (X2)
e.Keratomalasia dan Ulcus Kornea (X3A dan X3B)
f. Xerophtalmia Scar (XS)
g. Xerophtalmia Fundus (XF)
B. Epidemiologi KVA
Estimasi yang
dibuat oleh WHO adalah lebih dari 250 juta anak mengalami kekurangan penyimpanan
vitamin A (Sommer, 1996). Prevalensi KVA yang tertinggi ditemukan padaanak
prasekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun tingkat KVA subklinik juga terlihat
banyak pada anak sekolah dan dewasa di beberapa lokasi. Data yang selalu
tersedia di setiap negara hanyalah
prevalensi dari anak prasekolah yang berarti prevalensi pada kelompok
umurlainnya tidak tersedia. (Bloem, dkk, 1998).
Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari
menyebabkan setiap tahunnya sekitar 1 juta
anak balita di seluruh dunia menderita
penyakit mata tingkat berat (xeropthalmia) ¼diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini
akan meninggal dalam beberapa bulan.Kekurangan vitamin A menyebabkan anak
berada dalam resiko besar mengalami kesakitan,tumbuh kembang yang buruk dan
kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara anak-anak
yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan
vitamin A (Unicef,1991 dalam Myrnawati). Angka kebutaan di Indonesia tertinggi
di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survaikesehatan indera penglihatan dan
pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angkakebutaan di Indonesia 1,5 % dari
jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh
lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%),
India (0,7 %), dan Thailand (0,3 %) (Gsianturi,2004).
Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang
mengakibatkan kebutaan pada anak-anak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kebutaan karenakekurangan vitamin A terutama dikalangan anak pra
sekolah masih banyak terdapat didaerah-daerah.Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010 Pada pasca persalinan, atau masa nifas,
ibuyang mendapat
kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang: 33,2% di Sumatera Utara dan65,8%
di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu nifas yang
tidak sekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang
tamat PT (62,5%).Demikian pula kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di
perkotaan dan perdesaan,serta menurut tingkat pengeluaran. Persentase anak umur
6-59 bulan yang menerima kapsulvitamin A selama enam bulan terakhir disajikan
pada Tabel berikut . Persentase distribusikapsul vitamin A untuk anak umur 6-59
bulan sebesar 69,8%. Persentase tersebut bervariasiantar provinsi dengan
persentase terendah di Papua Barat (49,3%) dan tertinggi di Di Yogyakarta
(91,1%)
Masalah
kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup serius adalah gangguan mata. Proporsi
low vision di Sulawesi Selatan cukup tinggi 9,8%, dua kali lipat dari angka
nasional,bahkan di Kota Makassar, angka proporsi low vision sangat tinggi
(31,1%). Demikian jugaproporsi kebutaan di Sulawesi Selatan adalah 2,6%, hampir
tiga kali lipat dari angka nasional(0,9%).Secara keseluruhan di Sulawesi
Selatan cakupan distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6 - 59 bulan
sebesar 74,2%, sedikit lebih baik dari angka nasional (71,5%) sepertiterlihat
dalam tabel 3.36. Cakupan tersebut bervariasi antar kabupaten dengan
cakupanterendah di Bone (53,8%) dan tertinggi di Enrekang (90,9%).
C.Faktor Determinan KVA
Penyebab utama
dari kekurangan vitamin A di negara berkembang adalah rendahnya asupan vitamin
A dan rendahnya bioavailabilitas dari vitamin A yang dikonsumsi (sayur-sayuran
dan buah-buahan). Faktor yang turut berpengaruh adalah meningkatnya
kebutuhanakan vitamin A pada kelompok umur tertentu (masa balita, ibu hamil dan
menyusui) danterjadinya infeksi.Namun demikian gambaran yang sederhana ini
tidak memperlihatkan faktor lainnya yang turut berpengaruh terhadap status
vitamin A dari suatu populasi seperti perbedaan fisiologi, kultur sosial, dan
geografis. Adanya gangguan kesehatan dapat mempengaruhi status vitaminA baik
dalam hal metabolismenya maupun jumlah asupannya. Adanya kasus xeropthalmia yang
ditemukan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu menunjukkan bahwa
kultursosial sangat berpengaruh. Di samping itu, adanya perbedaan prevalensi
pada laki-laki danwanita menunjukkan bahwa adanya distribusi yang tidak merata
pada anggota keluarga (intrafamilial food distribution). Interrelasi berbagai
faktor penyebab kekurangan vitamin A ini digambarkan pada baganberikut ini :
Bagan
:Sistem yang mendukung timbulnya defisiensi vitamin A
Menurut Depkes tahun 2003, masalah KVA diibaratkan
sebagai fenomena (gunung es)dimana kasus xeroftalmia yang tampak dipermukaan
hanya sedikit, sedangkan KVA subklinis ditemukan banyak di masyarakat. Bila
masalah ini tidak diatasi dengan segera, akan menyebabkan jumlah kasus
bertambah banyak dan dapat terjadi ledakan kasus yang berakibat makin sulit
untuk ditanggulangi.
Untuk menjaring lebih dini kasus
xeroftalmia, perlu diperhatikan berbagai faktor antaralain :
1.Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan
kesehatan
a.Ketersediaan
pangan sumber vitamin A
b.Pola makan dan
cara makan
c.Adanya paceklik
atau rawan pangan
d.Adanya tabu atau
pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakansumber Vit A.
e.Cakupan
imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak dandiare
f.Sarana pelayanan
kesehatan yang sulit dijangkau
g.Kurang
tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h.Keadaan darurat
antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2.Faktor Keluarga
a.Pendidikan
:
Pendidikan orang tua yang rendah
akan berisiko lebih tinggi kemungkinananaknya menderita KVA karena pendidikan
yang rendah biasanya disertai dengankeadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi
yang kurang.
b.Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah
akan lebih berisiko mengalami KVAWalaupun demikian besarnya penghasilan
keluarga tidak menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus
diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukupsehingga dapat memberikan makanan
kaya vitamin A.
c.Jumlah anak
dalam keluarga :
Semakin banyak anak semakin
kurang perhatian orangtua dalam mengasuh anaknya.
d.Pola asuh anak :
Kurangnya perhatian keluarga terhadap
pertumbuhan danperkembangan anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang
bekerja dan perceraian.
3.Faktor individu
a.Anak
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b.Anak yang tidak
mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun.
c.Anak yang tidak
mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas
d.Anak kurang gizi
atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e.Anak yang
menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC), InfeksiSaluran
Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
f.Frekuensi
kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk mendapatkan
kapsul vitamin A dan imunisasi). Defisiensi vitamin A primer disebabkan oleh
kekurangan vitamin tersebut, sedangkan defisiensi sekunder karena absorpsi dan
utilisasinya yang terhambat.
D.Indikator KVA
1.Indikator Klinis
Tanda-tanda dan gejala klinis
Kurang vitamin
A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epiteldari
organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan
tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit
pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian
belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini
selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak
essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat
berat atau gizi buruk.Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh
mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat
timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi
lainnya.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut
klasifikasi WHO /USAIDUNICEF / HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
a.Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
Tanda-tanda :
1)Buta senja
terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
2)Pada keadaan
ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah
lama berada di cahaya terang
3)Penglihatan
menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan
yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja
dengan cara :
a)Bila anak
sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak benda didepannya,
karena tidak dapat melihat. Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk
mengatakan anak tersebut buta senja
b)Dalam keadaan
ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan ditempat kurang cahaya karena
tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya.
b.Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
1)Selaput lendir
bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan
berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
2)Orang tua sering
mengeluh mata anak tampak keringatau berubah warna kecoklatan.
c.Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B
Tanda-tanda :
1)Tanda-tanda
xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa
sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
2)Bercak ini
merupakan penumpukan keratin dan selepitel yang merupakan tanda khas pada
penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi
kurang vitamin A dalam masyarakat.
Dalam keadaan berat :
a)Tampak
kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
b)Konjungtiva
tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
c)Orang tua
mengeluh mata anaknya tampak bersisik
d.Xerosis kornea = X2
Tanda-tanda :
1)Kekeringan pada
konjungtiva berlanjut sampaikornea
2)Kornea tampak
suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
3)Keadaan umum
anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan
sistemik lain)
e.Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
1)Kornea melunak
seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
2)Tahap X3A : bila
kelainan mengenai kurang dari 1/3permukaan kornea.
3)Tahap X3B : Bila
kelainan mengenai semua atau lebihdari 1/3 permukaan kornea.
4)Keadaan umum
penderita sangat buruk.
5)Pada tahap ini
dapat terjadi perforasi kornea (korneapecah). Keratomalasia dan tukak kornea
dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringanisi bola mata dan membentuk
cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk
dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkuskornea tanpa harus melalui tahap-tahap
awal xeroftalmia.
f. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan
parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih
atau bola matatampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan
meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi
buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
g.Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus
tampak gambarseperti cendol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar