Kamis, 06 Desember 2012

KVA (Kekurangan Vitamin A)


BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah kekurangan vitamin A (KVA) telah dikenal sebagai penyebab  utama masalah kebutaan (xeropthalmia) di banyak  negara. Adanya gambaran  klinik ini telah melalaikan orang dari melihat gejala subklinik yang terjadi pada mereka yang mengalami kekurangan vitamin A dalam tingkat yang  ringan sampai sedang, dampak terhadap kesehatan dan kelangsungan hidupnya cukup bermakna (Sommer, 1996 dalam Martin W.Bloem, Saskiade Pee dan Ian Darnton Hill).
Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survai kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7 %), dan Thailand (0,3 %)(Gsianturi, 2004).
Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi danMakanan Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006  memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hasil studi tersebut  menggambarkan terjadinya penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A Tahun 1992 yang menunjukkan 50% balita mempunyai serum retinol kurang dari 20 μg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin A (KVA) sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi karena berada di bawah 15% (batasan IVACG). Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan strategi penanggulangan KVA dengan pemberian suplementasi Vitamin A yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A) ( buku panduan suplemen vit. A).Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar 1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat(xeropthalmia) ¼ diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meningga dalam beberapa bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin Adengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A (Unicef,1991 dalam Myrnawati).
Salah satu penyebab terjadinya masalah gizi khususnya kekurangan vitamin A (KVA)adalah karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai pola konsumsi vitamin A maupunsumplemen vitamin A bagi balita. Melalui Penelitian di Sulsel tahun 1986 menunjukkanbahwa sebagian besar ibu-ibu belum dan tidak mengetahui manfaat kapsul vitamin A danbahan sumber vitamin A. Kekurangtahuan ini karena kurang informasi dan pada umumnyasebenarnya ibu-ibu memasak bahan makanan seperti kangkung, daun ubi, bayam, daunpepaya. Ibu-ibu memperoleh kapsul vitamin A untuk balitanya kurang dari 50%. (Purjanto,1994).


B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1.Apa defenisi dari penyakit kekurangan vitamin A?
2.Bagaimana persebaran epidemiologi kejadian kekurangan vitamin A di masyarakat?
3.Apa saja dan bagaimana faktor determinan terjadinya kekurangan vitamin A ?
4.Apakah yang menjadi indikator untuk mengetahui kejadian kekurangan vitamin A ?
5.Bagaimana bentuk pencegahan dan penanggulangan dari kekurangan vitamin A ?

C.Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
1.Mengetahui defenisi dari penyakit kekurangan vitamin A
2.Mengetahui persebaran epidemiologi kejadian kekurangan vitamin A di masyarakat
3.Mengetahui faktor determinan terjadinya kekurangan vitamin A.
4.Mengetahui indikator untuk mengetahui kejadian kekurangan vitamin A
5.Mengetahui pencegahan dan penanggulangan dari kekurangan vitamin A


BAB II PEMBAHASAN
A.Defenisi Kurang Vitamin A (KVA)
Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20μg/dl. Masih dalam buku tersebut terdapat Xeroptalmia merupakan Istilah yang menerangkan gangguan pada mata akibat kekuranganvitamin A, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retinayang dapat menyebabkan kebutaan.KVA adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) & melemahnya kemampuan adaptasi terhadap gelap & sangat rendahnya konsumsi/ masukkan karotin dari Vitamin A (WHO, 1976)
Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika jaringan retinol kehilangan vitamin A, fungsi rod  (batang) dan cone (kerucut) pada mata mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan gangguan kemampuan adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan dalam pertumbuhan, reproduksi, sintesa glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi. Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu.
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti pada tabel berikut ;

 


Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah dibandingkan dewasa.Pertumbuhan badan terganggu dan kekebalan terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan angka kesakitan khususnya pada penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal dengan Kekurangan Vitamin A(KVA). Pada dewasa normal, simpanan vitamin A dalam hati bisa memenuhi kebutuhan selama ±24 bulan. Pada anak-anak yang mengalami tumbuh kembang, jika konsumsi makanan yang mengandung vitamin A tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan, maka xeropthalmia kelihatan dalam beberapa minggu. Sebuah gejala awal kekurangan vitamin A adalah buta senja (night blindness).Buta senja terjadi ketika cadangan vitamin A di hati hampir habis. Kemudian  ocular lesions seperti conjunctiva xerosis, Bitot's spot,keratomalacia,  dan  xeropthalmia dapat terjadi. Untuk mendeteksi kondisi buta senja seseorang, dapat melalui suatu proses pengujian dengan metode yang sesuai, seperti rapid dark adaptation test atau photostress test (Gibson, 1990).
Tingkatan kekurangan Vitamin A (Depkes, 2003) adalah :
a. Buta Senja (XN) :
b.Xerosis Konjungtiva (X1A)
c.Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)
d. Xerosis Kornea (X2)
e.Keratomalasia dan Ulcus Kornea (X3A dan X3B) 
f. Xerophtalmia Scar (XS)
g. Xerophtalmia Fundus (XF)
B. Epidemiologi KVA
Estimasi yang dibuat oleh WHO adalah lebih dari 250 juta anak mengalami kekurangan penyimpanan vitamin A (Sommer, 1996). Prevalensi KVA yang tertinggi ditemukan padaanak prasekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun tingkat KVA subklinik juga terlihat banyak pada anak sekolah dan dewasa di beberapa lokasi. Data yang selalu tersedia di setiap negara hanyalah prevalensi dari anak prasekolah yang berarti prevalensi pada kelompok umurlainnya tidak tersedia. (Bloem, dkk, 1998).
Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar 1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat (xeropthalmia) ¼diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa bulan.Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami kesakitan,tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian sebesar 30 % antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya yang tidak kekurangan vitamin A (Unicef,1991 dalam Myrnawati). Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survaikesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angkakebutaan di Indonesia 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7 %), dan Thailand (0,3 %) (Gsianturi,2004).
Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang mengakibatkan kebutaan pada anak-anak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kebutaan karenakekurangan vitamin A terutama dikalangan anak pra sekolah masih banyak terdapat didaerah-daerah.Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010 Pada pasca persalinan, atau masa nifas, ibuyang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang: 33,2% di Sumatera Utara dan65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu nifas yang tidak sekolah mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%).Demikian pula kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan perdesaan,serta menurut tingkat pengeluaran. Persentase anak umur 6-59 bulan yang menerima kapsulvitamin A selama enam bulan terakhir disajikan pada Tabel berikut . Persentase distribusikapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69,8%. Persentase tersebut bervariasiantar provinsi dengan persentase terendah di Papua Barat (49,3%) dan tertinggi di Di Yogyakarta (91,1%)

 

Masalah kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup serius adalah gangguan mata. Proporsi low vision di Sulawesi Selatan cukup tinggi 9,8%, dua kali lipat dari angka nasional,bahkan di Kota Makassar, angka proporsi low vision sangat tinggi (31,1%). Demikian jugaproporsi kebutaan di Sulawesi Selatan adalah 2,6%, hampir tiga kali lipat dari angka nasional(0,9%).Secara keseluruhan di Sulawesi Selatan cakupan distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6 - 59 bulan sebesar 74,2%, sedikit lebih baik dari angka nasional (71,5%) sepertiterlihat dalam tabel 3.36. Cakupan tersebut bervariasi antar kabupaten dengan cakupanterendah di Bone (53,8%) dan tertinggi di Enrekang (90,9%).

 

C.Faktor Determinan KVA
Penyebab utama dari kekurangan vitamin A di negara berkembang adalah rendahnya asupan vitamin A dan rendahnya bioavailabilitas dari vitamin A yang dikonsumsi (sayur-sayuran dan buah-buahan). Faktor yang turut berpengaruh adalah meningkatnya kebutuhanakan vitamin A pada kelompok umur tertentu (masa balita, ibu hamil dan menyusui) danterjadinya infeksi.Namun demikian gambaran yang sederhana ini tidak memperlihatkan faktor lainnya yang turut berpengaruh terhadap status vitamin A dari suatu populasi seperti perbedaan fisiologi, kultur sosial, dan geografis. Adanya gangguan kesehatan dapat mempengaruhi status vitaminA baik dalam hal metabolismenya maupun jumlah asupannya. Adanya kasus xeropthalmia yang ditemukan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu menunjukkan bahwa kultursosial sangat berpengaruh. Di samping itu, adanya perbedaan prevalensi pada laki-laki danwanita menunjukkan bahwa adanya distribusi yang tidak merata pada anggota keluarga (intrafamilial food distribution). Interrelasi berbagai faktor penyebab kekurangan vitamin A ini digambarkan pada baganberikut ini :

Bagan :Sistem yang mendukung timbulnya defisiensi vitamin A
 

Menurut Depkes tahun 2003, masalah KVA diibaratkan sebagai fenomena (gunung es)dimana kasus xeroftalmia yang tampak dipermukaan hanya sedikit, sedangkan KVA subklinis ditemukan banyak di masyarakat. Bila masalah ini tidak diatasi dengan segera, akan menyebabkan jumlah kasus bertambah banyak dan dapat terjadi ledakan kasus yang berakibat makin sulit untuk ditanggulangi.

Untuk menjaring lebih dini kasus xeroftalmia, perlu diperhatikan berbagai faktor antaralain :
1.Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a.Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b.Pola makan dan cara makan
c.Adanya paceklik atau rawan pangan
d.Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakansumber Vit A.
e.Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak dandiare
f.Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g.Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h.Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan

2.Faktor Keluarga
 a.Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinananaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah biasanya disertai dengankeadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.
b.Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVAWalaupun demikian besarnya penghasilan keluarga tidak menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukupsehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A.
c.Jumlah anak dalam keluarga :
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orangtua dalam mengasuh anaknya.
d.Pola asuh anak :
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan danperkembangan anak seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian.

3.Faktor individu
 a.Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b.Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun.
c.Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas
d.Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e.Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC), InfeksiSaluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
f.Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi). Defisiensi vitamin A primer disebabkan oleh kekurangan vitamin tersebut, sedangkan defisiensi sekunder karena absorpsi dan utilisasinya yang terhambat.

D.Indikator KVA
1.Indikator Klinis
Tanda-tanda dan gejala klinis
Kurang vitamin A (KVA) adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epiteldari organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain, akan tetapi gambaran yang karakteristik langsung terlihat pada mata. Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang Energi Protein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO /USAIDUNICEF / HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
a.Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN
Tanda-tanda :
1)Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
2)Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang
3)Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.

Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :
a)Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/ menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat. Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak tersebut buta senja
 

b)Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya.


b.Xerosis konjungtiva = XIA
Tanda-tanda :
1)Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
2)Orang tua sering mengeluh mata anak tampak keringatau berubah warna kecoklatan.

c.Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B
Tanda-tanda :
1)Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
2)Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan selepitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam  masyarakat.
Dalam keadaan berat :
a)Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.
b)Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.
c)Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik 

d.Xerosis kornea = X2
Tanda-tanda :
1)Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampaikornea
2)Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
3)Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit infeksi dan sistemik lain)
 
e.Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B
Tanda-tanda :
1)Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
2)Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3permukaan kornea.
3)Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebihdari 1/3 permukaan kornea.
4)Keadaan umum penderita sangat buruk.
5)Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (korneapecah). Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringanisi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkuskornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.

f. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola matatampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.

g.Xeroftalmia Fundus (XF)
Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambarseperti cendol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar